Find the Ship ⛵

Beberapa orang pernah berkata bahwa kita dianggap gagal ketika kita memutuskan untuk “berhenti”.

Berhenti yang seperti apa? Tidak ada yang bisa menjawab dengan pasti.

Apalagi kalau bukan karena perihal isi kepala kita yang berbeda tentang memahami makna.

Siapa lagi yang mengerti apa bentuk jawabannya bagaimana kalau bukan dari kita.

Sudah lebih dari dua tahun aku belum “menemukan kapal”, demikian kenyataannya.

Awal bulan lalu jadi tempat mula untuk “berlaga”, dan lagi-lagi aku pikir akan menjadi tempat ‘singgah’ akhir.

Entah sayang atau beruntungnya, skenario Tuhan berkehendak lain menuju di penghujung bulan.

Biarkan aku sedikit membagikan bagaimana rentang kisahnya, dan semoga tidak ada kata terakhir.

Aku begitu senangnya ketika mendapati bahwa lokasi yang bergengsi ini, menyebutkan ku sebagai satu dari sekian banyak kandidat. Mari menyebutnya sebagai ‘kapal jet’. Tentu saja. Bayangkan, dua tahun lamanya aku jadi bulan-bulanan banyak orang.

Kata beberapa diantaranya

“Kapan nih?”,

“Kok masih belum dapat?”,

“Kamu nganggur banget kan ya sekarang? bisa kan minta tolong ini”.

“Gimana plan mu yang mau lanjut studi?”

“Don’t you think to married first?” Dan lain-lain.

What else i can said except “Oh My God”, “Allah..”, “Sabar Dev..”. Tentunya di dalam hati.

Tidak, aku tidak menyalahkan orang-orang baik ini. Rasanya juga yang mendapatkan lontaran pertanyaan semacam ini bukan hanya aku seorang 🙂 Bisa saja sebagaian dari mereka memang ditugaskan di dunia sebagai alarm.

Hm, tidak sepenuhnya. Sejatinya kita alarm untuk diri sendiri. Tentang mimpi yang mungkin terlewatkan, tertunda atau tergantikan. Bukan untuk selalu jadi bahan penyesalan, tapi jadi pembelajaran.

Jadi tentu saja, meski pernah mendapatkan cercaan pertanyaan. Aku senang bukan kepalang sore hari itu.

“Selamat sore, dengan saudari Devi? Selamat ya karena sudah melewati dua tahap sebelumnya. Anda dinyatakan lolos untuk program ini”. Dua kali aku mendapatkan telepon masuk dari pihak perusahaan, dua kali aku berteriak senang. Tebak apa yang aku lakukan setelah menutup telepon dari “kapal” ini? Lari ke kamar orang tua, dan memeluk seorang perempuan yang sudah masuk usia senja.

“Ma, alhamdulillah Devi lolos. Terima kasih doanya” aku memeluk ibu yang sedang berbaring.

“Beneran kah?” sekilas Ibu sempat bingung.

Beberapa detik kemudian, beliau baru paham.

“Iya, hari Selasa sudah mulai masuk”

Sontak beliau membalas pelukanku dan tiba-tiba menitikkan air mata.

Aku sudah menitikkan air mata terlebih dulu. Suasana di kamar itu jadi sangat hangat.

Sore itu beliau memberi banyak asupan berupa semangat dan doa-doa ajaibnya. Ayah baru selesai sholat Ashar akhirnya juga mengetahui kabar ini. Keduanya kali ini total berserah dengan proses yang akan aku laksanakan dalam waktu kurang lebih dua bulan lamanya. Itu jika lancar dan sesuai rencana.

Selanjutnya aku bersiap dan kembali seperti biasa. Masih ada tiga hari tersisa di rumah.

Aku mulai menyiapkan baju yang sudah lama tergantung. Menyiapkan buku, mencari banyak informasi tentang perusahaan yang akan ku singgahi. Diam-diam iseng mencatat yang memang perlu dicatat. Mencari hiburan sebelum nanti kembali ke mode “serius”. Menyiapkan apa yang bisa disiapkan. Mulai dari fisik, jasmani dan rohani. Ingat, bahwa nanti aku akan bertemu dengan beberapa orang asing. Tiga hari lagi.

“Serius tiga hari lagi?” batinku.

“Berapa orang yang di loloskan untuk masuk ke Kapal ini?”

“Bisa nggak ya aku?” Pertanyaan berlanjut sampai nanti.

Berikan jeda. Berikan waktu untuk Berserah.

Try so hard to deny the biggest anxiety. How it gonna happen?

Beberapa orang pernah berkata bahwa kita dianggap gagal ketika kita memutuskan untuk “berhenti”.

“First Meeting with Another Stranger”

#CD #CeritaDev #Bersambung #ManusiaExpressSeries

Leave a comment